Posted in Dialog Hati, Episode Hidup

Memutar Kembali Waktu

Sepanjang hidup, adakah pengalaman yang ingin kamu ubah dan perbaiki?
Sesuatu yang kamu sesali?
Satu hal yang ingin kamu lupakan sama sekali?
Jalan cerita yang ingin kamu ubah alurnya?
Seseorang yang ingin kamu hapus dari ingatan, atau sekuat upaya menghindarinya dari pertemuan?

Bagi saya, mungkin ada beberapa momen yang ingin saya revisi jika mungkin.
Tapi yang utama terpikir oleh saya adalah, berupaya lebih keras untuk tuntas menyusui Alula hingga 2 tahun. Memenuhi hak nutrisi terbaiknya, yang ALLAH titipkan lewat tubuh saya sebagai ibunya.
Alula kecil hanya mendapat ASI hingga usia sembilan bulan. Menginjak bulan ke-10, ia harus berbagi fokus mamanya dengan menjaga rahim saya jauh dari kontraksi berlebih. Ada adiknya di dalamnya.
Saya dulu rasanya kurang ilmu, dan kurang usaha untuk mencari cara.
Ketika rahim terasa semakin sering nyeri, lalu dokter mengatakan isapan ASI kakaknya memicu kontraksi, saya memilih menyerah. Beralasan khawatir pada Biru yang masih serupa janin di perut, saya memilih menuruti saran dokter untuk berhenti menyusui Alula.
Padahal, semestinya saya berusaha lebih keras. Mencari konselor laktasi, atau setidaknya mencari second opinion dulu dari dokter lain. Tapi saat itu, saya hanya mengiyakan dan membiarkan Alula tak lagi menyusu ketika akhirnya produksi ASI saya pada akhirnya terhenti akibat frekuensi menyusui yang terus-menerus dikurangi secara bertahap.
Saya bahkan masih ingat betul, ketika Alula kecil melepaskan isapannya lalu berkata, “Kok nggak ada?” dan hanya dengan itu saya memutuskan berhenti. Memaksanya beralih ke susu formula dalam dot, dan tanpa upaya lain hanya pasrah mengakui bahwa produksi ASI saya memang tak lagi ada.
Padahal, masih memungkinkan dilakukan relaktasi.
Sedihnya, saat itu saya kurang referensi. Terlalu nyaman pada ilmu yang kurang mumpuni. 😦

Lalu apa lagi momen yang ingin saya ubah?

Rasanya tak mungkin seseorang menjalani hidup dengan lurus sepenuhnya tanpa cela. Saya akui, bisa dibilang tentunya banyak hal yang saya sesali.
Sempat menempuh jalan batil dengan alasan ingin menikah (sebelum berproses dengan suami), misalnya.
Atau, tak tuntasnya saya menyelesaikan studi master.
Atau, lebih jauh lagi, tidak seriusnya saya memilih jurusan kuliah sejak awal, sehingga saya kekurangan strong why untuk melakukan yang terbaik dalam pendidikan perguruan tinggi.
Atau, kebohongan dan ucapan bernada tinggi yang pernah saya lakukan pada Mamah-Bapak.
Atau, kemarahan-kemarahan pada suami dan anak-anak yang selalu saya sesali sesaat setelah melakukannya.
Atau, rasa kesal pada orang tertentu yang ingin saya lupakan saja.
Atau, sesederhana menunda menulis hingga larut seperti ini.
Tapi, sebanyak apapun hal yang saya sesali, rasanya tak ada satu pun yang membuat saya ingin memutar waktu.

Ya, penyesalan soal tidak menyusui Alula hingga 2 tahun itu terus terang masih terus membayangi saya hingga kini.
Saya masih terus berulang meminta maaf padanya setiap momen menyusui adik-adiknya datang. Terus berusaha membesarkan hatinya, meyakinkannya bahwa ia akan tetap tumbuh jadi anak sehat dan cerdas atas izinNYA.
Tapi, kalaupun ada tawaran memutar waktu, saya tidak akan mengambilnya.
Saya percaya, saya yang sekarang adalah takdir terbaik yang ALLAH tetapkan. Segala bentuk penyesalan dan trauma yang pernah saya hadapi biarlah sebatas evaluasi, yang akan membentuk saya lebih baik lagi.
Memang belum semuanya berhasil saya lepaskan, masih banyak PR menata hati lebih ridha pada apa yang sudah berlalu.
Saya termasuk yang percaya bahwa tidak ada yang perlu dilupakan, hanya butuh upaya lebih keras untuk merelakan dengan ikhlas sepenuhnya.
Kegagalan, kekecewaan, kebencian, kekesalan, hanyalah bagian dari episode hidup yang mungkin memang harus dilewati.
TakdirNYA selalu jauh lebih baik, dan yang perlu diupayakan adalah menjemput takdirNYA ke depan dengan cara yang lebih baik. 🙂

Wallaahu a’lam bishawab.

–niswatizulfah–

Author:

positive.perfectionist.optimistic

Leave a comment