Posted in Episode Hidup

Jahitan di Dagu

Hayolooo.. udah berapa lama blog ini dibiarkan nganggur? Udah hampir dua bulan yaa?
Hehee..
Maafkan, kemarin-kemarin masih rariweuh seputar pernikahan saya 17 Oktober lalu (dan agenda-agenda setelahnya.. 😀 )
Alhamdulillaah berkat kasih sayang ALLAH dan doa kerabat dan teman-teman shalih/shalihat, serangkaian acaranya berlangsung lancar. 🙂

Hmm.. rasanya buanyaaaaaakk sekali hal yang ingin saya tuangkan di sini. Tak sekedar tentang euforia menikah, tapi beberapa ide tulisan yang selama hampir dua bulan terakhir ini terpaksa tergeletak begitu saja di sudut-sudut otak.
Tapi kali ini, saya ingin sedikit berbagi tentang apa yang dihadapi di awal pernikahan. 🙂

Menjelang hari H, saya banyak bersilaturahim dengan beberapa sahabat. Kebanyakan di antaranya adalah yang sudah lebih dulu menikah.
Tujuannya setidaknya ada 2, mengantarkan undangan dan meminta nasehat.
Nasehat yang paling banyak saya terima adalah seputar kendala yang umumnya dihadapi di awal pernikahan: ADAPTASI.

Yep. Dua insan dengan jenis kelamin berbeda, dari dua keluarga berbeda, dua daerah asal berbeda, dan tentunya dua kepala dengan watak dan kepribadian berbeda dipaksa bersinergi bersama sejak diikrarkannya akad nikah.
Tentu sangat jauh dari kata mudah.
Saya dan suami baru berkenalan April tahun ini. Interaksi di antara kami sangatlah terbatas sebelum menikah. Bisa dibilang, kami sekedar saling menerka watak masing-masing saja, di luar yang tertulis dalam biodata yang saling kami tukar sebelum ta’aruf.

Tuntutan untuk segera saling mengenal membuat kami berupaya terus menggali karakter, sifat, dan kebiasaan masing-masing sejak usai akad nikah hingga detik ini. Dan tahu nggak? Saya sempat stres sendiri karena ternyata.. kami berdua sangat berbeda! Sangat sulit rasanya menemukan persamaan di antara kami.

Suami yang terbiasa santai menghadapi apapun… Saya yang seringnya perfeksionis.
Suami yang suka Naruto dan segala bentuk film Jepang (dan kebanyakan film Asia) yang bagi saya nggak ada seru-serunya sama sekali… Saya yang suka hampir semua jenis film kecuali film Asia. 😛
Suami yang nggak terbiasa minum minuman berwarna jenis apapun…  Saya yang sulit sekali melewatkan satu hari tanpa satu-dua cangkir kopi, ditambah teh dan beberapa minuman lain.
Suami yang adiksi dengan air putih… Saya yang bisa dibilang nggak suka air putih, dan hanya terbiasa minum air putih dingin fresh from refrigerator.
Lalu selera kami terhadap berbagai jenis makanan (dan masakan) yang seringkali bertolak belakang. Nah! PR banget kan buat jadi koki pribadinya? >_<

Maka, ketika pertama kali suami memegang dagu saya dan berkomentar: “Ini bekas jahitan ya?”
Lalu saya jawab: “Iya, waktu kecil pernah dijahit gara-gara kena pinggiran meja.”
Suami bilang lagi: “Aku juga punya loh, jahitan di dagu.” Maafkan Mas, aku lupa alasannya. 😛

There! Kami tertawa bersama. Finally we found our first similarities! Yeay!! ^_^

Mungkin sepele buat kebanyakan orang. Tapi, menemukan satu persamaan kecil di antara kami berdua seolah memberi harapan dan semangat baru.
Kali ini mungkin sebatas jahitan di dagu, tapi seiring perjalanan kami ke depannya nanti, kami yakin akan terus menemukan persamaan demi persamaan lain yang in syaa ALLAH akan menguatkan sinergi di antara kami. 🙂
Setidaknya, persamaan semangat untuk terus berupaya mengolah perbedaan-perbedaan di antara kami menjadi kekuatan tersendiri.

Bismillaah..
Doakan kami ya! Perjalanan kami masiiiih sangat panjang.. 🙂

Author:

positive.perfectionist.optimistic

15 thoughts on “Jahitan di Dagu

  1. Selamat atas pernikahannya. Semoga jadi keluarga sakinah mawadah warohmah.
    Perbedaan hal yang biasa, saling menghormati kuncinya. Kalo yang satu menjajah yang lain gak lama bubar.

  2. wahhh, ada pengantin baru rupanya, selamat berbahagia yaa.
    Jadi ingat awal2 nikah dulu, mirip deh, seneng kalo menemukan persamaan hihihihi

  3. Perbedaan kita itu saling melengkapi dan menguatkan, Insyaalloh. Syukur syukur dan syukur bisa berdampingan dengan mu.. love u forever

    Oh ya Jahitan di dagunya karena jatuh waktu maen futsal di lapangan basket kampus pas ujan2. Hehe.

    “Your dearest hubby”

Leave a comment